Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam Islam
Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh sebagian umat Islam sebagai bentuk penghormatan, cinta, dan pengagungan kepada Rasulullah SAW, biasanya melalui kegiatan seperti pembacaan shalawat, ceramah, doa, dan kajian sejarah kehidupan Nabi.
1. Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
Secara umum, hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW diperselisihkan oleh para ulama. Berikut pandangan beberapa kelompok:
💠Pendapat yang Membolehkan (Mayoritas Ulama Ahlussunnah wal Jamaah)
Mazhab Syafi’i, sebagian besar ulama Sunni*seperti:
* Imam Jalaluddin As-Suyuthi,
* Imam Ibnu Hajar al-Asqalani,
* Imam Al-Nawawi (meskipun tidak secara eksplisit membahas Maulid),
* Imam Al-Sakhawi,
* Syaikh Yusuf Qaradhawi,
* dan banyak ulama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU)
Mereka berpendapat bahwa:
* Hukum memperingati Maulid adalah mubah atau bahkan dianjurkan (mandub)*jika diisi dengan hal-hal baik seperti dzikir, shalawat, pembacaan sirah Nabi, dan kegiatan yang meningkatkan keimanan.
* Tidak termasuk bid’ah sesat selama tidak bertentangan dengan syariat.
📌 Dalil dan argumen mereka:
* QS. Ibrahim:5 dan QS. Yunus:58 → perintah untuk mengingat nikmat Allah dan bergembira atas rahmat-Nya.
* Nabi sendiri memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa setiap Senin** (HR. Muslim).
* Kegiatan maulid termasuk dalam kategori “bid’ah hasanah”(inovasi baik) karena mengandung nilai-nilai positif
⚠️Pendapat yang Mengharamkan/Memakruhkan
Sebagian kecil ulama Salafi/Wahabi seperti:
* Ibnu Taimiyah (meskipun tidak sepenuhnya melarang),
* Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
* dan ulama kontemporer seperti Bin Baz atau Al-Albani
Mereka berpendapat bahwa:
* Maulid adalah bid’ah (hal yang tidak pernah dicontohkan Nabi atau para sahabat)*
* Semua bentuk ibadah yang tidak dicontohkan Nabi dianggap sebagai penyimpangan.
📌 Dalil dan argumen mereka:
* Hadis: "Setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).
* Tidak ada riwayat bahwa Rasulullah, para sahabat, atau generasi awal Islam memperingatinya.
2. Kesimpulan Hukum
🔹 Jika isi peringatan Maulid adalah hal-hal positif dan sesuai syariat, seperti:
* Pembacaan sirah Nabi,
* Bershalawat,
* Ceramah agama,
* Berbagi makanan,
Maka hukumnya boleh (mubah) atau dianjurkan (mandub) menurut mayoritas ulama.
🔹 Jika disertai dengan kemungkaran, seperti:
* Ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan tanpa batasan),
* Musik yang melalaikan,
* Syirik atau berlebihan dalam mengagungkan Nabi,
Maka hukumnya bisa menjadi haram atau makruh.
3. Pandangan Ulama Besar
Imam As-Suyuthi “Perbuatan memperingati Maulid Nabi termasuk bid’ah hasanah yang pelakunya diberi pahala.”
Ibnu Taimiyah (ulama yang sering dijadikan rujukan kalangan konservatif): “Barang siapa menjadikan Maulid Nabi sebagai momentum pengagungan kepada Nabi Muhammad SAW, maka ia mendapatkan pahala atas niatnya.”
4. Penutup
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ukanlah ibadah pokok yang diwajibkan dalam Islam, namun jika dilakukan sebagai bentuk kecintaan kepada Rasulullah dan tidak bertentangan dengan syariat, maka diperbolehkan bahkan dianjurkan oleh mayoritas ulama.
“Segala bentuk amalan yang mendekatkan kepada cinta Rasul dan menumbuhkan semangat meneladani beliau adalah kebaikan.” – Ringkasan pendapat ulama Ahlussunnah
.jpeg)